“Kamu nggak bareng Kakak naik sepeda motor?” tanya Kak Vika. Choky menjawab, “Nggak usah Kak, aku naik sepeda aja, lebih sehat dan bebas polusi. Ya udah, mama, papa, Kak Vika dan Nino, Choky berangkat dulu ya?”
Karena pelajaran belum dimulai, Choky mengisi waktunya dengan membaca buku. “Wah, rajin sekali ya Choky. Datangnya pagi, dan waktu luang dia pakai untuk belajar. Salut deh.” puji Silvia. Teman-teman Choky memang banyak yang kagum dan suka dengan kerajinan Choky, disamping keramahan dan kebaikan hatinya. Tak heran kalau dia selalu jadi juara kelas.
Suatu hari karena sepedanya sedang rusak, terpaksa dia harus pulang jalan kaki, padahal jarak antara rumah dan sekolah sangat jauh. Dia tidak bisa naik angkutan umum karena uangnya hilang.
Dengan langkah lesu dia berjalan pulang. Di tengah keletihannya, dia melihat sebuah benda yang berkilauan di pinggir jalan. Choky segera memungutnya. Ternyata itu adalah sebuah pensil yang seluruh bagiannya berwarna emas, baik grafit maupun badan (kayu) nya.
“Ini Pensil Emas.” gumam Choky. Dia segera mencari tempat yang sepi untuk meneliti apa sebenarnya benda itu. Dia mengeluarkan sebuah buku, dan mencoba apakah pensil itu bisa dipakai untuk menulis atau tidak.
Ternyata bisa. Dan warna goresan pensil itu tetap hitam, meskipun grafitnya berwarna emas. Karena Choky suka menggambar, dia mencoba untuk menggambar permen. Dia sangat terkejut, karena tiba-tiba gambar itu berubah wujud menjadi permen asli. Dia memakan permen itu, dan rasanya sangat enak.
Dia mencoba membuat beberapa gambar, dan semua berubah menjadi benda yang asli. Karena sangat butuh uang, Choky menggambarnya untuk ongkos naik angkutan umum.
***
“Benda apa sih ini? Kira-kira asalnya dari mana dan punya siapa ya?” kata Choky penasaran sambil memainkan pensil itu. Dia mencoba menggambar sesuatu di meja marmernya, dan ternyata bisa!
Choky melihat lantai kamarnya yang kotor. “Sore ini aku belum menyapu lantai kamar. Tapi malas banget, karena sapunya ada di lantai bawah.” kata Choky dalam hati. Tiba-tiba pensil itu jatuh ke lantai, lalu berubah menjadi sapu.
Choky sangat terkejut dan makin penasaran. “Kamu itu benda apa sih? Misterius banget. Apa kamu bisa menyapu lantai ini?” tanya Choky. Sapu itu segera bergerak dan menyapu lantai kamar Choky. Setelah bersih, dia kembali menjadi Pensil Emas lagi.
Choky melompat di atas tempat tidurnya. “Wow, hebat banget pensil ini! Dia bisa mewujudkan gambar apapun dan di mana pun, dan juga bisa berubah menjadi benda dan melakukan semua yang aku mau!!”
“Ada apa Kak?” Choky segera turun dan merapikan kasurnya. “Eh, Nino. Nggak ada apa-apa kok. Aku cuma senang aja, karena nilai ulangan ku tadi bagus.” “Oh, gitu ya. Tapi biasanya nggak pernah segirang ini.” kata Nino, lalu keluar dari kamar.
Choky mulai memanfaatkan pensil barunya. Dia menggambar, juga mengubah Pensil Emasnya menjadi benda apapun dan melakukan yang dia inginkan. Dia mulai merasa puas dengan teman barunya itu.
***
“Choky, kamu bareng Kakak lagi ya? Kan sepeda kamu masih rusak.” “Nggak usah Kak, aku naik angkot saja.” jawab Choky ringan. “Ya udah, Kakak berangkat dulu.” pamit Kak Vika. Setelah Kak Vika berangkat, Choky mulai beraksi.
Dia memikirkan apa yang dia inginkan, seperti yang biasa dia lakukan pada Pensil Emas. Pensil itu berubah menjadi sehelai kain, Choky mengibaskan kain itu, dan dalam sekejap dia sampai di sekolah.
“Bagus Anugrah.” “Hadir Bu.” sahut Bagus. “Choky Andreano Putra.” Tidak ada yang menjawab. Bu Vina memanggil lagi. “Choky?” “Hadir Bu.” sahut Choky yang tiba-tiba muncul di depan pintu. “Mengapa kamu terlambat Choky, biasanya kamu tidak pernah datang terlambat.” tanya Bu Vina.
Choky masuk kelas dengan santai, lalu menjawab, “Ya kelas ini saja yang kepagian. Kelas-kelas lain belum masuk dan masih berantakan.” Seluruh isi kelas terkejut mendengar jawaban Choky. Bu Vina sangat tidak percaya, dan terpaksa membiarkan Choky duduk begitu saja.
Saat istirahat, Silvia menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. “Aku nggak apa-apa kok.” “Nggak mungkin, pasti ada sesuatu yang membuat kamu jadi berubah.” Choky diam sebentar, lalu menyuruh Silvia mendekat. “Tolong, jangan beritahu siapa-siapa tentang ini.” Silvia mengangguk.
Choky menunjukkan Pensil Emasnya. Silvia terbelalak. “Apa itu? Pensil Emas?” “Iya, ini Pensil Emas, dia sangat ajaib. Dia bisa mewujudkan sesuatu yang ku gambar, dia juga bisa berubah menjadi apapun dan melakukan semua yang aku mau. Bahkan, dia nggak bisa habis.”
“Tapi, kamu berubah sejak kamu punya pensil itu. Kamu juga nggak tahu pasti asal-usul pensil itu kan? Di mana kamu menemukan pensil ini?” tanya Silvia. “Di pinggir jalan Nuri, di depan rumah yang banyak pohon Cherry nya. Kamu tenang aja, aku akan menggunakan pensil ini seperlunya dan aku nggak akan lepas kendali.”
“Aku harap kamu bisa pegang kata-katamu. Berhati-hatilah.” kata Silvia memperingatkan. Choky mengangguk. “Itu pasti. Aku janji.” Setelah berkata demikian, Choky pergi.
Silvia sangat khawatir kepada Choky, karena benda itu bisa berbuat apa saja, apalagi dia belum tahu asal-usul dan konsekuensi memiliki Pensil Emas itu. Gadis itu segera mencari tahu.
***
Lama-kelamaan, penghuni rumah Choky tahu tentang keberadaan Pensil Emas, meskipun selama ini Choky berhasil menyembunyikannya dengan rapi.
“Kenapa kamu jadi seperti ini, Choky?” tanya Papa. Mama pun bertanya, “Biasanya kamu tidak pernah bohong, dan sekarang kamu berubah total. Apa gara-gara pensil itu?” Adiknya pun menyahut, “Iya, sekarang Kak Choky jadi pemalas.” “Jangan kamu jadikan Pensil Emas itu segala-galanya, apalagi menaruh harapan padanya meskipun dia bisa berbuat apapun yang kamu mau.” kata Kakaknya.
Choky sangat tersudut. Meski begitu, dia tetap berusaha membela diri. “Semuanya, jangan khawatir. Mungkin pensil ini memang dikirim untuk menolong keluarga kita. Pensil ini bisa menolong usaha Papa, membantu di Toko Mama, membiayai kuliah Kak Vika, untuk sekolahku dan Nino, juga kebutuhan kita sehari-hari.”
Awalnya, Choky mengingat nasehat keluarganya dan mempergunakan pensil itu jika sangat dibutuhkan. Meski niatnya sangat besar untuk tidak terpengaruh, tapi ternyata dia tidak sekuat yang dia kira. Choky mulai melakukan hal-hal yang sangat tidak penting dan menjadi pemalas.
Alarm yang sudah berbunyi 4 kali itu berbunyi lagi. Sekarang pukul 7 pagi. “Lihat, si pemalas bangun.” kata Nino. “Tumben banget dia bangun sepagi ini.” sahut Kak Vika yang sedang menyiapkan sarapan. Choky tidak peduli, dan langsung menuju kamar mandi.
Karena hari ini hari libur, Choky pergi ke Kafe Es Krim buatannya sendiri. Mulai dari gedung, isi kafe, bahkan sampai pegawainya pun dia gambar sendiri dari Pensil Emas. Dia bisa melakukan apapun yang dia mau dengan mudah.
“Sepuluh, Dua Belas, Empat Belas, Lima Belas, dapat!” seru Silvia di dalam perpusptakaan. Dia mulai membaca buku cerita berjudul “Misteri Pensil Emas” yang baru ditemukannya. Sekali-kali wajahnya terlihat terkejut, gelisah, dan takut. Dia memutuskan untuk meminjam buku itu.
Pemilik Pensil Emas yang sesungguhnya adalah Peri Nievi. Dia adalah Peri yang sangat pintar, tapi sangat sombong dan pemalas. Dia berhasil menciptakan Pensil Emas, dan mempergunakan itu sesuka hatinya. Karena perbuatannya sudah sangat keterlaluan, dia dihukum dan dikutuk menjadi manusia biasa yang bisa mati.
Setelah Peri Nievi dibuang ke bumi, para peri akan menghancurkan Pensil Emas itu. Sebelum mereka berhasil melakukannya, pensil itu jatuh ke bumi. Para peri sangat takut, apalagi mengingat ancaman Peri Nievi yang mengatakan bahwa manusia yang menemukan Pensil Emas akan terikat dengan pensil itu, dan jika dia memiliki pensil itu selama satu bulan, dia akan mati. Untuk itu, Peri Cherry dikirim ke bumi untuk mencari Pensil Emas.
“Es Krim ini sangat enak. Resepnya kamu sendiri yang buat?” tanya pelanggannya. “Choky! Aku harus bicara dengan kamu sekarang!” teriak Silvia tiba-tiba. “Ada apa sih?” tanya Choky, lalu menarik Silvia ke ruangannya. “Kamu harus tahu sesuatu tentang Pensil Emas itu. Kita harus segera mencari Peri Cherry. Apa yang terjadi denganmu persis seperti yang di buku ini.” ucap Silvia.
“Sebentar, sebentar. Kamu tiba-tiba datang ke Kafe ku, mengganggu para pelangganku, dan bicara yang nggak jelas. Ada apa sih?” tanya Choky. Silvia mencoba sabar, lalu berkata, “Pensil Emas itu sebenarnya milik Peri Nievi, peri yang pintar, tapi sangat sombong dan malas. Dia menggunakan pensil itu sampai diluar batas, lalu dia dibuang ke bumi dan dikutuk menjadi manusia.
Pensil itu akan dihancurkan, karena selalu digunakan untuk hal-hal yang tidak baik. Tetapi, tiba-tiba pensil itu jatuh ke bumi, dan manusia yang telah menemukannya akan selalu terikat dengan pensil itu dan tidak bisa lepas. Ganjarannya sangat besar, kamu harus segera melepaskannya, karena Pensil Emas itu terkoneksi dengan pikiranmu dan mengendalikan kamu. Kamu harus ingat janji kamu waktu itu. Kalau…”
“Aku nggak tahu apa maksud kamu. Selama ini aku baik-baik saja kan? Lagipula, itu cuma buku cerita dongeng, yang belum pasti kebenarannya.” potong Choky. “Tapi Peri Nievi benar-benar mengutuk pensil itu! Siapapun yang memiliki Pensil Emas Peri Nievi selama satu bulan, dia akan mati.” ucap Silvia dengan air mata di pipi. “Sudah berapa lama kamu menemukan pensil itu?”
Choky tersentak. Dengan suara bergetar, dia menjawab, “Besok tepat satu bulan.” Silvia sangat sedih. “Kita harus segera mencari Peri Cherry dan mengembalikan Pensil Emas itu.” “Aku akan membantu kalian.” ucap Kak Vika yang tiba-tiba muncul di depan pintu. Dia ingin membantu adik yang sangat disayanginya itu.
***
“Di mana kita bisa menemukan Peri Cherry?” tanya Silvia. “Aku rasa kita memulai pencarian di tempat Choky menemukan Pensil Emas.” sahut Kak Vika. Mereka berangkat ke rumah dengan banyak pohon Cherry di jalan Nuri, tempat Choky melihat Pensil Emas pertama kali.
Rumah itu terlihat sangat sepi dan pintunya terbuka. Dengan nekat Choky memasuki rumah itu. “Halo, ada orang di dalam? Permisi, kami mencari Peri Cherry.” panggil Choky. Tidak ada jawaban. Sepertinya tidak ada orang di dalam.
Choky, Silvia dan Kak Vika berpencar dan mencoba mencari di setiap ruangan. Akhirnya, mereka tiba di satu ruangan yang misterius. Silvia membuka pintunya. Ternyata ruangan hanya itu berisi kabut putih yang sangat pekat. Mereka memasuki ruangan itu.
Di balik kabut itu, ada dunia yang suasananya sangat menyenangkan. Banyak peri yang beterbangan dengan sayap di punggung mereka, dan mereka tampak sangat bahagia. Ketika Choky, Silvia dan Kak Vika melangkah, mereka jatuh di awan-awan. Untung ada seorang peri baik hati yang menolong mereka yang sedang bergandengan.
Setelah berkenalan, tahulah mereka bahwa peri itu adalah Peri Cherry, peri yang mereka cari. Choky meminta bantuan kepadanya untuk melepaskan dirinya dari pengaruh ikatan Pensil Emas itu.
Dengan lembut Peri Cherry berkata, “Ada dua cara sederhana yang harus kamu lakukan. Pertama, kamu harus menyerahkan Pensil Emas itu, dan yang kedua, kamu harus mengorbankan benda yang sangat berarti bagi kamu.”
Choky menyerahkan Pensil Emas itu, lalu dia merasa sangat pusing, lalu terjatuh. Silvia menolongnya. Setelah berdiri, Choky merasa sangat lega dan ringan tanpa beban. “Sekarang, harus ada sesuatu yang harus kamu korbankan.” kata Kak Vika mengingatkan.
Choky sangat bingung. Kemudian, dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Itu adalah foto Choky bersama paman yang sangat berarti dan dia sayangi sebelum meninggal. Itu adalah kenangan satu-satunya dan benda yang sangat berarti di hidupnya. Choky sengaja tidak membuat duplikatnya karena menghargai kenangan itu.
“Kamu harus bisa menyerahkan itu, biar kamu bebas dan kita bisa kembali pulang.” seru Kak Vika. Choky menjatuhkan tangannya. “Aku nggak bisa, Kak. Ini terlalu berharga untuk aku korbankan.” ucap Choky lirih.
Silvia bisa mengerti. “Ya udah, nggak usah dipaksakan. Mungkin kamu perlu waktu untuk melakukan itu.” Peri Cherry mengajak mereka untuk beristirahat di rumahnya.
Malam pun tiba. “Choky, kamu harus segera menyerahkan sesuatu yang sangat berharga itu. Waktu terus berjalan. Kalau tidak, kamu akan mati.” kata Peri Cherry. “Tapi aku nggak bisa, Peri Cherry. Pamanku adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Dia segala-galanya buatku.
Bahkan di sisa hidupnya, dia berkorban untukku. Dia menyelamatkan aku dari kebakaran yang merenggut nyawanya. Lebih baik aku mati daripada harus kehilangan satu-satunya kenangan bersama pamanku.”
“Aku tahu, pengorbanan memang sangat berat. Tapi kamu harus bisa melakukan itu. Seandainya kalau pamanmu masih hidup, dia pasti akan melakukan hal yang sama.” ucap Silvia. “Silvia? Kak Vika? Kalian belum tidur?” tanya Choky. “Nggak akan, sebelum kamu mau mengorbankan kenangan kamu itu. Kami selalu mendukung kamu, Choky.” kata Kak Vika.
Choky berjalan ke luar rumah. Peri Cherry, Silvia dan Kak Vika mengikutinya. Choky sangat ragu, apakah dia sanggup mengorbankan foto kenangan yang sangat berharga itu. Dia merasa berat jika tidak akan pernah bisa melihat wajah pamannya lagi.
Kak Vika menengok ke dalam untuk melihat jam dinding. Sekarang sudah jam 12 kurang 5 menit! “Choky, waktumu udah nggak banyak lagi. Kamu harus cepat memutuskan!” Peri Cherry menyodorkan sebuah gelas emas berisi api ke hadapan Choky.
“Choky kamu bisa melakukannya sekarang.” katanya. “Choky, ayo, kamu pasti bisa melakukan pengorbanan itu. Meskipun foto kenangan kamu dan pamanmu udah nggak ada lagi, tapi kenangan pamanmu terukir dalam di hati kamu. Berusahalah, kamu pasti bisa mengorbankannya!” ucap Silvia menyemangati Choky.
Dengan perasaan yang campur aduk, Choky meletakkan tangannya di atas gelas itu. Tak lama kemudian, dengan kerelaan Choky mengorbankan satu-satunya kenangan bersama paman yang dimilikinya. Dia memasukkan foto itu ke dalam gelas emas berisi api, dan menjadi sebuah gumpalan yang terbang ke atas, lalu pecah di langit menjadi kembang api yang sangat indah.
Mereka telah berhasil menyelamatkan nyawa Choky. Peri Cherry tersenyum dan melambaikan tangan, lalu mereka kembali ke ruangan berkabut di rumah Peri Cherry.
Mereka sangat gembira sekaligus lega. Karena telah berhasil, Silvia ingin sekali memeluk Choky, tapi dia bisa menahan diri. Tiba-tiba Choky memeluknya. “Terima kasih ya, Silvia! Kamu udah menyelamatkan nyawaku!” seru Choky. Silvia meneteskan air mata haru.
Choky juga memeluk kakaknya. “Kak Vika, terima kasih, kakak juga udah nyelamatin aku. Terima kasih juga karena selama ini kakak udah jadi kakak yang sangat baik buat aku!” “Iya Choky, sama-sama. Kamu juga adik yang terbaik buat aku!” balas Kak Vika.
***
Hari ini hari penerimaan rapor. Semester ini, Choky tidak meraih peringkat 1 seperti biasanya, tapi turun 2 tingkat. Posisinya digantikan oleh Silvia. “Maaf ya, semester ini aku merebut posisimu.” kata Silvia dengan rasa bersalah. Choky menjawab, “Nggak apa-apa kok. Semester ini giliran kamu yang juara satu. Kalau aku yang selalu jadi juara satu, pasti bosan kan?” Mereka tersenyum.
Choky telah mendapat pelajaran yang sangat berharga dan mengubah kehidupannya dari sebatang Pensil Emas. Dia jadi sadar, jika dia memiliki benda ajaib yang bisa berbuat apa saja, akan berujung tidak baik, bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dia sangat beruntung memiliki sahabat seperti Silvia dan Kakak sebaik Kak Vika.
Thank'z
Tidak ada komentar:
Posting Komentar